Ritual tahunan menjelang bulan Ramadhan, yaitu ziarah ke makam atau istilahnya nyekar, yang selama ini hanya jadi tontonan dan bahan cerita tahunan bagi saya, tapi untuk tahun 2011 ini sepertinya akan jadi permulaan bagi saya untuk juga turut melakukan ritual tahunan itu untuk tahun - tahun ke depan. Makam yang saya dan keluarga ziarahi yaitu makam nenek, ibu kandung ayah saya, yang wafat Juni 2011 kemarin. Beliau dimakamkan di Pekuburan Islam Panaikang yang merupakan salah satu pekuburan tertua dan terluas serta terdekat dengan pusat kota Makassar.
 |
| Gedung Graha Pena Makassar (berjarak + 2 km dari Pekuburan Islam Panaikang) | - source : www.indoplaces.com | |
|
Tahun - tahun yang lalu, terutama pada saat masih kuliah, pemandangan dan kemacetan akibat ritual tahunan ini merupakan suguhan yang punya cerita sendiri dalam pandangan saya, dan tentunya kisahnya dalam bayangan saja karena saya hanya melihatnya pada saat melintas menuju ataupun pulang dari tempat kuliah. Mulai dari kisah pa'doja atau tukang baca do'a yang biasanya disewa oleh para pelayat untuk memanjatkan do'a atau membcakan surat Yasin kepada almarhum/almarhumah. Para pa'doja mudah sekali dikenali hanya dari pakaian mereka bersarung, memakai baju koko, terkadang pula kemeja lengan panjang atau batik bahkan baju safari yang biasanya dipakai oleh guru atau anggota dewan, entah pa'doja itu mantan guru atau mantan anggota dewan atau mungkin baju itu adalah pemberian....hanya mereka yang tahu. Para pa'doja itu biasanya juga memegang al-qur'an kecil seukuran saku, kadang juga hanya memegang buku Surat Yasin yang juga seukuran saku, dan alat bantu profesi lainnya yaitu payung. Payung itu sepertinya digunakan pa'doja untuk berlindung dari terik matahari, bisa juga dipinjamkan kepada para pelayat yang menggunakan jasanya....dan untuk pembayarannya apakah payung itu ekstra layanan pa'doja atau dikenakan
charge tambahan...entahlah. Tapi banyak hal yang tertinggal di kepalaku soal para pa'doja ini antara lain latar belakang orang-orang yang berprofesi sebagai pa'doja ini....apakah mereka memang dari awal memilih untuk menggeluti pekerjaan ini atau pekerjaan ini hanya sebagai sampingan. Tapi sepertinya pa'doja adalah profesi sampingan untuk menambah penghasilan di luar pekerjaan utama, karena cukup aneh menurut saya jikalau ada orang yang dari awal sudah bercita-cita untuk jadi pa'doja makam, kecuali kalau terpaksa karena tidak bisa mendapatkan pekerjaan lain akibat terbatasnya keterampilan. Pertanyaan lainnya yaitu latar belakang pendidikan para pa'doja ini....apakah mereka memiliki latar belakang pendidikan berbasis agama atau hanya pendidikan umum namun dengan bermodalkan melek baca al-qur'an akhirnya mereka menjadi pa'doja. Dan pertanyaan lain yang paling bikin sesak kepala, yaitu mengapa orang - orang yang berziarah ke makam itu lebih mempercayakan pa'doja untuk mendo'a-kan almarhum/almarhumah?? mengapa para pelayat tidak mendo'a-kan sendiri almarhum/almarhumah yang mungkin adalah orang tua mereka. Bukankah do'a dari keluarga, apalagi dari anak yang saleh lebih makbul??ataukah mungkin para pelayat ini merasa tidak cukup saleh untuk orang tua mereka?? tapi pa'doja juga belum tentu merupakan orang yang saleh bagi orang tua mereka?? atau mungkin para pelayat ini tidak tahu harus membaca apa pada saat menziarahi makam....tapi surat sejuta ummat yaitu Al-Fatihah merupakan surat yang paling universal yang diturunkan Allah bagi seluruh umat-nya.
Penjual bunga tabur dan air juga turut meramaikan ritual tahunan ini. Bunga tabur biasanya dikemas dengan menggunakan kantong plastik kecil berwarna putih, hitam atau merah, kadang juga kuning. Bunga tabur itu terdiri dari bermacam - macam jenis bunga dan yang menjadi ciri khas-nya yaitu daun pandan yang dicincang halus. Saya juga penasaran mengapa bunga tabur pasti harus selalu dilengkapi dengan daun pandan, mungkin karena daun pandan memiliki wangi yang khas sehingga juga berfungsi sebagai pewangi alami...mungkin...tapi menurut saya itu pasti hehehe.....Air yang merupakan pasangan setia bunga tabur biasanya disimpan dalam botol bekas air mineral 600 ml, ada juga yang menggunakan botol bekas minuman ringan berkabornasi, tapi yang dibeli sepertinya hanya air-nya saja, karena sang penjual akan menunggui pelayat yang membeli air-nya untuk kemudian mengambil kembali botol-nya. Hmm...jadi bagi pelayat, untuk lebih menghemat lebih baik membawa sendiri air dari rumah yang disimpan di botol bekas, karena pastinya gratis. Setelah selesai, botolnya bisa dibawa pulang kembali untuk digunakan lagi tahun depan atau disumbangkan kepada para penjual air itu...terserah... Sebelum menggunakan botol bekas untuk menampung air jualan kepada pelayat, dulu air itu biasanya menggunakan ceret besi berwarna kuning emas, biasanya disebut ceret tanah suci karena pada waktu itu ceret besi berwarna kuning emas hanya dijual di tanah suci dan dibawa oleh orang-orang yang beribadah di tanah suci. Entah mengapa sekarang kemasannya diganti dengan botol plastik bekas. Mungkin karena jumlah pelayat sudah semakin banyak dan tidak sebanding lagi dengan jumlah ceret kuning emas para penjual air dibadingkan jika dengan menggunakan botol plastik bekas yang jumlahnya sangat banyak dan tidak perlu dibeli karena cukup mudah didapatkan, seperti di tempat sampah atau sekedar pungut di jalan karena ada orang yang gemar membuang sampah sembarangan termasuk di jalan....tipikal sebagian orang Makassar....Penggunaan botol plastik bekas untuk kemasan air siraman di makam, entah secara sadar atau tidak oleh para penjual air siraman itu, mereka telah melakukan daur ulang dengan menggunakan ulang barang yang seharusnya sudah jadi sampah itu dan mereka juga telah membantu untuk mengurangi beban bumi ini atas sampah - sampah plastik yang tidak dan atau sulit teruraikan. Dan ngomong - ngomong soal air siraman dan bunga tabur ini....saya tidak tahu berapa harga per kantong bunga tabur dan per botol air siraman...karena mereka hanya ada dalam pengamatan saya, dan dalam tradisi keluarga saya, setiap berziarah ke makam, kami tidak pernah membawa atau membeli bunga tabur, kecuali air siram, tapi itu pun dibawa dari rumah. Karena menurut ibu saya, bunga tabur hanya mengotori makam dan dalam agama pun saya tidak pernah mendengar adanya kewajiban menabur makam dengan bunga. Tapi mungkin suatu saat saya akan menanyakan harganya, supaya lepas rasa ingin tahu saya itu.
Profesi lainnya yang juga meramaikan ritual tahunan ini yaitu tukang parkir. Sebagai kompleks pekuburan terluas, jumlah pelayat setiap tahunnya tentulah sangat banyak, dan diperlukanlah jasa tukang parkir untuk mengatur dan menertibkan kendaraan pelayat, baik kendaraan roda dua maupun roda empat, serta untuk membantu mengarahkan kendaraan - kendaraan pelayat yang akan masuk ataupun keluar dari tempat itu karena lokasi pekuburan Panaikan berada di salah satu jalur padat di Makassar.
Pa'doja, penjual air siram dan bunga tabur serta tukang parkir adalah profesi - profesi yang selama ini ada dalam pengamatan saya di tempat tersebut, karena selama ini saya hanya sekedar melintas di kompleks pekuburan itu. Namun tahun ini, kurang lebih 2 (dua) bulan sejak meninggalnya nenek saya, profesi itu tetap menjadi pengamatan saya, namun lebih dekat, dan ternyata ada profesi lain yang lepas dari pengamatan saya selama ini dan baru saya ketahui juga pada saat melayat makam nenek, yaitu tukang bersih/tukang sapu makam dan tukang sewa payung. Tukang sewa payung pada umumnya, dan sepertinya semuanya adalah anak-anak berumur sekitar 10-12 tahun, mereka menjajakan payungnya kepada para pelayat karena cuaca memang sangat terik. Saya tidak tahun berapa harga sewa payung itu, karena saya juga sudah bawa payung sendiri dari rumah, meskipun mereka sempat menawari dengan terus mengikuti kami dari belakang karena tidak melihat payung lipat yang saya pegang, begitu payung itu saya buka, mereka perlahan meninggalkan kami. Risih juga diikuti anak - anak itu, dan akhirnya lega juga karena mereka bubar setelah melihat kami memiliki payung sendiri. Namun kelegaan itu ternyata belum sepenuhnya berakhir karena kami masih diikuti oleh rombongan anak laki-laki berusia kira-kira 8 - 12 tahun sambil memegang sapu lidi. Saya sempat berpikir untuk apa anak-anak ini memegang sapu lidi, namun saya tidak mau merepotkan diri mencari jawabannya karena saya lebih baik saya fokus pada langkah kaki agar tidak menginjak makam yang letaknya sangat berdekatan. Setibanya di makam nenek, barulah saya tahu mengapa anak-anak itu membawa sapu lidi karena beberapa dari mereka langsung berseru "oh!! ini yang barusan saya bersihkan disuruh sama bapak-bapak!!".....ternyata sudah ada yang lebih dahulu menziarahi makam nenek sebelum kami, yaitu adik ayah saya. Saya perhatikan di atas makam nenek, ada bunga tabur dan bekas siraman air dan cukup bersih. Setelah bergantian membaca do'a buat nenek, kami pun beranjak meninggalkan makam nenek. Dan lagi-lagi anak-anak dengan sapu lidi itu tetap dan terus mengikuti kami sambil berkata kalau tadi mereka yang membersihkan makam nenek dan meminta tip dari kami karena "tadi" telah membersihkan makam. Dari kejauhan muncul seorang pria tengah baya bersarung, baju kaos dan membawa sapu lidi....ah!! ya...sepertinya dia panglima anak-anak pembersih makam ini. Mengetahui makam yang kami kunjungi, dia mendekati kami dan berkata bahwa dia yang diminta oleh kakak ayah saya untuk membersihkan makam orang tuanya dan lagi-lagi dari kalimatnya itu tersirat permintaan tip. Duh!! melayat ke tempat ini serasa ditodong dari segala penjuru. Untungnya orang tua saya bisa bersikap cukup galak, akhirnya si pria ini urung untuk terus menodong kami, jumlah anak-anak yang mengerubuti kami juga mulai berkurang dari 6 orang menjadi 2 orang. Orang tua saya tetap berkeras untuk tidak memberi tip kepada anak-anak pembersih makam itu, mereka beralih mengerubuti saya, dengan terus "memaksa" sambil berkata bahwa orang yang tadi menyuruh mereka membersihkan makam nenek hanya memberi seribu rupiah untuk dibagi beramai-ramai dan memang dari rumah saya sudah berniat untuk bersedekah meskipun sedikit dengan menyiapkan koin-koin lima ratusan, akhirnya saya memberikan anak-anak itu 2 koin setiap orang, melihat saya membagi-bagi kan koin, anak-anak pembersih makam lainnya langsung mendekat dan menengadahkan tangannya ke saya. Wah! ini bukan ditodong lagi, tapi dirampok. Setelah memberi koin kepada 4 orang anak pembersih makam, saya cepat-cepat melangkah dan mengacuhkan anak-anak lainnya, dan saya berhasil lolos dari mereka.legaaa......
Menuju jalan pulang, meninggalkan makam, saya sempat memperhatikan aktivitas-aktivitas pelayat seperti saya. Ada yang nasibnya seperti kami, dikerumuni anak-anak pembersih makam, penyewa payung dan bahkan pa'doja. Bagi pelayat yang menolak semua jasa-jasa itu ada yang berteriak mengusir mereka, dan disisi lain ada pemandangan yang cukup lucu bagi saya. Di sebuah makam dengan sekitar 4 atau 5 orang pelayat dengan sangat khusuk mendengarkan pa'doja membaca Surat Yasin, namun pa'doja-nya sendiri tidak menunjukkan ke-khusuk-an karena sambil mengumandangkan Surat Yasin, mata-nya juga beredar kemana-mana...entah apa yang dicarinya, mencari calon mangsa baru atau mungkin mencari anaknya yang juga nyambi sebagai tukang sewa payung atau mungkin pembersih makam untuk memastikan bahwa anaknya juga bekerja.
Ini adalah pengalaman pertama saya selepas pengamatan saya selama bertahun-tahun dan tetap menjadi pengamatan saya dengan segala kisahnya, terutama kisah "penodongan" itu hehehe....
Ternyata
rezeki Allah itu ada dimana - mana sepanjang kita mau mencarinya, termasuk di pekuburan khususnya menjelang bulan Ramadhan dan tentunya setelah Hari Raya Idul Fitri. Pa'doja, penjual bunga tabur & air siram, anak-anak pembersih makam dan penyewa payung, baik yang memang menjadi profesi ataupun yang bersifat musiman, dan tentunya lebih banyak yang musiman untuk mengantisipasi lonjakan pengunjung hehehe....
Saya semakin bersyukur kepada Allah karena saya dan orang tua saya masih diberikan umur panjang untuk menyambut bulan Ramadhan, dan bersedih karena ini adalah tahun pertama kami menjalani Ramadhan dan insyaAllah merayakan Idul Fitri tanpa kehadiran nenek.