Oprah Show salah satu tayangan talk show terbitan Amerika yang menjadi "favoritku". Maaf kalau kata favoritnya harus diapit tanda kutip karena dalam hati dan lebih jauh dalam lagi memang menjadi kegemaran, tapi nontonnya sangat jarang sekali. Kalau kebetulan lagi di rumah dan saluran TV yang menayangkannya yang menjadi pilihan remote TV, maka ditontonlah acara itu, tapi kalau tidak, berarti saya berkhianat dengan tontotan Oprah Show.......
Salah satu episode yang sangat menyentuh "sisi hitam" dari diri saya untuk kemudian memutuskan untuk mulai mengurangi persentasi "sisi hitam" dan memindahkannya ke "sisi putih" yaitu episode Don't Stop Believing. Episode ini menayangkan orang - orang yang termarginalkan dan terpinggirkan, namun mereka percaya bahwa mereka tidak selamanya akan berada dalam lingkungan marginal yang membesarkan mereka. Mereka percaya bahwa suatu saat mereka akan terbebas dari kondisi itu tentunya dengan satu kata kunci utama yaitu "bekerja keras".
Sesi pertama dari eposiode itu menampilkan bintang tamu dari grup band Journey yang mempopulerkan lagu Don't Stop Believing yang menjadi tema dari episode Oprah Showa hari itu. Pada dasarnya bukan Journey yang menjadi fokus utama, tapi vokalisnya yaitu Arnel P (sori lupa "P" itu panjangnya apa, agak susah ingatnya karena namanya Filipina banget). Arnel merupakan orang Filipina, yang lahir dan besar di sana. Arnel lahir dan besar di lingkungan yang sangat miskin dan terpinggirkan di Filipina. Namun Arnel memiliki keyakinan dalam dirinya bahwa suatu saat dia akan keluar dari kondisi itu dan telah berjanji dalam dirinya sendiri bahwa apabila dia berhasil keluar, Arnel akan melakukan sesuatu untuk lingkungan dan orang - orang yang telah menjadi bagian dari kehidupannya saat itu. Dan kerja keras ternyata berhasil membuat Arnel keluar dari kondisinya yang sangat miskin dan menjadi vokalis band terkenal dunia Journey. Kegigihannya untuk berusaha menjadi lebih baik telah mengantarkannya ke kehidupan yang mungkin dia sendiri tidak pernah bayangkan akan seperti yang dia jalani saat ini, mungkin pada saat Arnel bermimpi untuk memperbaiki kehidupannya, bayangannya mungkin paling tidak setingkat lebih baik dari kondisinya saat itu, namun hidup yang dijalaninya saat ini justru berkali lipat tingkatannya dari apa yang impikannya. Menjadi terkenal dan mapan tidak membuat Arnel lupa akan kehidupannya sebelumnya, terutama orang tuanya. Arnel mengatakan bahwa orangtuanya memiliki peran yang sangat besar yang mendorongnya dan menyemangatinya untuk membangun masa depannya lebih baik dari orang tuanya. Bagi mereka, Arnel tetap putra mereka yang tumbuh dalam lingkungan yang serba terbatas dan meskipun Arnel sekarang sudah mengangkat mereka ke kehidupan yang lebih berkualitas, perlakuan mereka kepada Arnel tetap sama seperti Arnel sebelumnya, tetap dengan penuh cinta kasih. Sebagai bentuk syukur atas apa yang telah diraihnya, Arnel juga ingin melakukan sesuatu yang berarti bagi kampung halamannya, terutama pada lingkungan dimana dia dibesarkan dan pada orang - orang yang juga mengalami kehidupan yang sama ketika Arnel masih berada di tempat kumuh. Arnel ingin membantu mereka yaitu dengan dengan membangun shelter atau rumah penampungan yang diberi nama AP Shelter (AP yang merujuk pada nama Arnel).
Sesi kedua, menampilkan tamu seorang gadis kulit hitam Khadijah Williams yang tumbuh dan besar di tempat penampungan tanpa pernah merasakan rumah yang sesungguhnya. Khadijah bersama ibu dan kakak perempuannya berpindah - pindah tempat tinggal dari penampungan satu ke penampungan lainnya, yang berdampak juga bahwa setiap tahun Khadijah harus berpindah dari satu sekolah ke sekolah lainnya. Namun pada saat Khadijah duduk di bangku senior high (SMA), dia bertahan pada satu sekolah yang sama meskipun setiap hari selama kurang lebih 2 tahun Khadijah harus menempuh perjalanan selama 1 jam dari penampungan tempatnya tinggal menuju sekolahnya. Demikian pula dengan belajar, berada penampungan tidak memberikan waktu dan situasi yang cukup baik untuk mendukungnya belajar ataupun mengerjakan tugas sekolah. Karena di penampungan pukul 22.00 seluruh lampu akan dipadamkan, padahal saat itu Khadijah harus belajar ataupun menyelesaikan tugas sekolahnya. Kondisi itu tidak menghalangi Khadijah untuk terus belajar, dan dia pun memanfaatkan perpustakaan sebagai tempatnya belajar. Berada di lingkungan yang kurang sehat untuk tumbuh menjadi orang yang baik, tidak membuat Khadijah harus terpengaruh dengan lingkungannya. Dukungan ibunya dan saudarinya yang menjadi penyemangat bagi Khadijah untuk membentuk dirinya menjadi seorang gadis muda yang kuat. Dengan segala kerja keras, dorongan keluarganya, dan kesabaran membuahkan hasil yaitu menjadi lulusan terbaik di sekolahnya dan akhirnya mendapatkan beasiswa penuh dari universitas bergengsi nomor 1 dunia dan menjadi universitas impian pelajar seluruh dunia, yaitu Harvard University (universitas impian ku juga tuh!! my top list university ever, but finally i got stuck and finished my graduate in the top bottom university...life is hard for me). Bukan hanya itu, Khadijah pun diminta untuk mendampingi Oprah melakukan kunjungan sosialnya di Afrika, yang tentunya dijawab Khadijah "absolutely I will"....(why Oprah never asked me that ???).
Sesi ketiga Oprah Show di episode Don't Stop Believing menghadirkan tamu seorang astronot yang tanpa kenal lelah dan putus asa berjuang untuk mewujudkan cita - citanya menjadi astronot dan dia harus menunggu selama 41 tahun untuk mewujudkannya. Maaf namanya lupa.....hehehehe......Astronot ini merupakan keluarga petani imigran miskin dari Mexico. Ayahnya selalu mendorongnya untuk bekerja keras dan belajar tekun agar dapat menjalani hidup yang lebih baik dari kehidupan mereka saat itu. Orang tua astronot ini tidak ingin anak-anak mereka menjadi miskin seperti mereka dan orang tuanya menyadari bahwa pendidikan adalah jalan terbaik yang harus menjadi fokus bagi mereka dalam membesarkan anak-anak mereka. Dan apa yang orang tua astronot ini impikan melalui pendidikan bagi anak-anaknya, terbukti dan salah satu putra mereka berhasil menjadi astronot.
Dari ketiga kisah di atas, ternyata kerja keras, kegigihan, kesabaran, ketekunan dan tentunya pendidikan merupakan kunci utama untuk memperbaiki kehidupan. Dengan kerja keras kita tidak akan pernah mengenal kata lelah, dengan kegigihan akan membuat kita menjadi semakin kuat, ketekunan akan membantu kita menjadi ulet, dan kesabaran akan membentuk kita menjadi pribadi pantang menyerah dan selalu yakin bahwa setiap kejadian pasti akan membawa hasil dan hanya waktu yang menjadi rentang batas hasil itu terlihat serta akan menjadikan kita untuk selalu bersikap positif. Dan dari semuanya itu, yang terpenting adalah pendidikan karena pendidikan memberikan kita bekal berjuang dan berkompetisi menjadi individu yang baik dan bermanfaat, baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Dan mengapa di awal saya mengatakan bahwa episode ini berhasil menyinggung "sisi hitam" saya karena selama ini saya ternyata tenggelam dalam suatu kondisi yang membuat saya menjadi "malas dan mandul". Saya sepertinya berada di comfort zone. Saya terlalu dan terlanjur menikmati keadaan saya saat ini, yang meskipun memang saya selalu memimpikan apa yang saya jalani saat ini, but this is not my ultimate dream. Saya tersadar pada saat kehidupan saya mulai memasuki keadaan yang saat ini saya rasakan, saya berkata pada diri sendiri bahwa ini baru awal perjuangan saya untuk mewujudkan impian saya dan ini tidak akan menghentikan perjuangan itu.
So, I would like to thank Oprah for this episode.....kisah dan perjuangan orang - orang itu sudah menyadarkan saya, membangunkan saya, menampar saya. Saya kembali mengintrospeksi diri dan ternyata memang apa yang saya jalani saat ini adalah palsu...it's all fake....hal ini bukan berarti bahwa saya tidak mensyukuri apa yang telah saya peroleh saat ini, saya sangat mensyukurinya dengan seluruh aliran darah dan hembusan napas, akan tetapi saya terlalu cepat berhenti untuk berjuang. Saya berhenti ketika perjuangan ini baru dimulai, saya malu pada diri sendiri karena saya ingkar dengan janji dan mimpi saya sendiri. Meskipun semuanya sangat indah berada di comfort zone ini tapi terasa sangat hampa. Saya menikmatinya tapi saya juga merasa sangat kosong.
Mulai saat itu, saya kembali berjanji kepada diri sendiri bahwa saya akan kembali berjuang. Strive for my ultimate dream....dan saya tidak akan membiarkan apapun untuk menghentikan saya. It's me, it's my dream and it's my life...i live my dreams...my dreams blow the spirit in my life..........
Don't Stop Believing
Just a small town girl
Livin' in a lonely world
She took the midnight train going anywhere
Just a city boy
Born and raised in south Detroit
He took the midnight train going anywhere
A singer in a smoky room
The smell of wine and cheap perfume
For a smile they can share the night
It goes on and on and on and on
Strangers waiting
Up and down the boulevard
Their shadows searching in the night
Streetlight people
Living just to find emotion
Hiding somewhere in the night
Working hard to get my fill
Everybody wants a thrill
Payin' anything to roll the dice
Just one more time
Some will win, some will lose
Some are born to sing the blues
Oh, the movie never ends
It goes on and on and on and on
Strangers waiting
Up and down the boulevard
Their shadows searching in the night
Streetlight people
Living just to find emotion
Hiding somewhere in the night
Don't stop believin'
Hold on to that feelin'
Streetlight people
Don't stop believin'
Hold on
Streetlight people
Don't stop believin'
Hold on to that feelin'
Streetlight people
still learning....
Sabtu, 13 Agustus 2011
Sabtu, 30 Juli 2011
Visiting My Grandma
Ritual tahunan menjelang bulan Ramadhan, yaitu ziarah ke makam atau istilahnya nyekar, yang selama ini hanya jadi tontonan dan bahan cerita tahunan bagi saya, tapi untuk tahun 2011 ini sepertinya akan jadi permulaan bagi saya untuk juga turut melakukan ritual tahunan itu untuk tahun - tahun ke depan. Makam yang saya dan keluarga ziarahi yaitu makam nenek, ibu kandung ayah saya, yang wafat Juni 2011 kemarin. Beliau dimakamkan di Pekuburan Islam Panaikang yang merupakan salah satu pekuburan tertua dan terluas serta terdekat dengan pusat kota Makassar.
Tahun - tahun yang lalu, terutama pada saat masih kuliah, pemandangan dan kemacetan akibat ritual tahunan ini merupakan suguhan yang punya cerita sendiri dalam pandangan saya, dan tentunya kisahnya dalam bayangan saja karena saya hanya melihatnya pada saat melintas menuju ataupun pulang dari tempat kuliah. Mulai dari kisah pa'doja atau tukang baca do'a yang biasanya disewa oleh para pelayat untuk memanjatkan do'a atau membcakan surat Yasin kepada almarhum/almarhumah. Para pa'doja mudah sekali dikenali hanya dari pakaian mereka bersarung, memakai baju koko, terkadang pula kemeja lengan panjang atau batik bahkan baju safari yang biasanya dipakai oleh guru atau anggota dewan, entah pa'doja itu mantan guru atau mantan anggota dewan atau mungkin baju itu adalah pemberian....hanya mereka yang tahu. Para pa'doja itu biasanya juga memegang al-qur'an kecil seukuran saku, kadang juga hanya memegang buku Surat Yasin yang juga seukuran saku, dan alat bantu profesi lainnya yaitu payung. Payung itu sepertinya digunakan pa'doja untuk berlindung dari terik matahari, bisa juga dipinjamkan kepada para pelayat yang menggunakan jasanya....dan untuk pembayarannya apakah payung itu ekstra layanan pa'doja atau dikenakan charge tambahan...entahlah. Tapi banyak hal yang tertinggal di kepalaku soal para pa'doja ini antara lain latar belakang orang-orang yang berprofesi sebagai pa'doja ini....apakah mereka memang dari awal memilih untuk menggeluti pekerjaan ini atau pekerjaan ini hanya sebagai sampingan. Tapi sepertinya pa'doja adalah profesi sampingan untuk menambah penghasilan di luar pekerjaan utama, karena cukup aneh menurut saya jikalau ada orang yang dari awal sudah bercita-cita untuk jadi pa'doja makam, kecuali kalau terpaksa karena tidak bisa mendapatkan pekerjaan lain akibat terbatasnya keterampilan. Pertanyaan lainnya yaitu latar belakang pendidikan para pa'doja ini....apakah mereka memiliki latar belakang pendidikan berbasis agama atau hanya pendidikan umum namun dengan bermodalkan melek baca al-qur'an akhirnya mereka menjadi pa'doja. Dan pertanyaan lain yang paling bikin sesak kepala, yaitu mengapa orang - orang yang berziarah ke makam itu lebih mempercayakan pa'doja untuk mendo'a-kan almarhum/almarhumah?? mengapa para pelayat tidak mendo'a-kan sendiri almarhum/almarhumah yang mungkin adalah orang tua mereka. Bukankah do'a dari keluarga, apalagi dari anak yang saleh lebih makbul??ataukah mungkin para pelayat ini merasa tidak cukup saleh untuk orang tua mereka?? tapi pa'doja juga belum tentu merupakan orang yang saleh bagi orang tua mereka?? atau mungkin para pelayat ini tidak tahu harus membaca apa pada saat menziarahi makam....tapi surat sejuta ummat yaitu Al-Fatihah merupakan surat yang paling universal yang diturunkan Allah bagi seluruh umat-nya.
Penjual bunga tabur dan air juga turut meramaikan ritual tahunan ini. Bunga tabur biasanya dikemas dengan menggunakan kantong plastik kecil berwarna putih, hitam atau merah, kadang juga kuning. Bunga tabur itu terdiri dari bermacam - macam jenis bunga dan yang menjadi ciri khas-nya yaitu daun pandan yang dicincang halus. Saya juga penasaran mengapa bunga tabur pasti harus selalu dilengkapi dengan daun pandan, mungkin karena daun pandan memiliki wangi yang khas sehingga juga berfungsi sebagai pewangi alami...mungkin...tapi menurut saya itu pasti hehehe.....Air yang merupakan pasangan setia bunga tabur biasanya disimpan dalam botol bekas air mineral 600 ml, ada juga yang menggunakan botol bekas minuman ringan berkabornasi, tapi yang dibeli sepertinya hanya air-nya saja, karena sang penjual akan menunggui pelayat yang membeli air-nya untuk kemudian mengambil kembali botol-nya. Hmm...jadi bagi pelayat, untuk lebih menghemat lebih baik membawa sendiri air dari rumah yang disimpan di botol bekas, karena pastinya gratis. Setelah selesai, botolnya bisa dibawa pulang kembali untuk digunakan lagi tahun depan atau disumbangkan kepada para penjual air itu...terserah... Sebelum menggunakan botol bekas untuk menampung air jualan kepada pelayat, dulu air itu biasanya menggunakan ceret besi berwarna kuning emas, biasanya disebut ceret tanah suci karena pada waktu itu ceret besi berwarna kuning emas hanya dijual di tanah suci dan dibawa oleh orang-orang yang beribadah di tanah suci. Entah mengapa sekarang kemasannya diganti dengan botol plastik bekas. Mungkin karena jumlah pelayat sudah semakin banyak dan tidak sebanding lagi dengan jumlah ceret kuning emas para penjual air dibadingkan jika dengan menggunakan botol plastik bekas yang jumlahnya sangat banyak dan tidak perlu dibeli karena cukup mudah didapatkan, seperti di tempat sampah atau sekedar pungut di jalan karena ada orang yang gemar membuang sampah sembarangan termasuk di jalan....tipikal sebagian orang Makassar....Penggunaan botol plastik bekas untuk kemasan air siraman di makam, entah secara sadar atau tidak oleh para penjual air siraman itu, mereka telah melakukan daur ulang dengan menggunakan ulang barang yang seharusnya sudah jadi sampah itu dan mereka juga telah membantu untuk mengurangi beban bumi ini atas sampah - sampah plastik yang tidak dan atau sulit teruraikan. Dan ngomong - ngomong soal air siraman dan bunga tabur ini....saya tidak tahu berapa harga per kantong bunga tabur dan per botol air siraman...karena mereka hanya ada dalam pengamatan saya, dan dalam tradisi keluarga saya, setiap berziarah ke makam, kami tidak pernah membawa atau membeli bunga tabur, kecuali air siram, tapi itu pun dibawa dari rumah. Karena menurut ibu saya, bunga tabur hanya mengotori makam dan dalam agama pun saya tidak pernah mendengar adanya kewajiban menabur makam dengan bunga. Tapi mungkin suatu saat saya akan menanyakan harganya, supaya lepas rasa ingin tahu saya itu.
Profesi lainnya yang juga meramaikan ritual tahunan ini yaitu tukang parkir. Sebagai kompleks pekuburan terluas, jumlah pelayat setiap tahunnya tentulah sangat banyak, dan diperlukanlah jasa tukang parkir untuk mengatur dan menertibkan kendaraan pelayat, baik kendaraan roda dua maupun roda empat, serta untuk membantu mengarahkan kendaraan - kendaraan pelayat yang akan masuk ataupun keluar dari tempat itu karena lokasi pekuburan Panaikan berada di salah satu jalur padat di Makassar.
Pa'doja, penjual air siram dan bunga tabur serta tukang parkir adalah profesi - profesi yang selama ini ada dalam pengamatan saya di tempat tersebut, karena selama ini saya hanya sekedar melintas di kompleks pekuburan itu. Namun tahun ini, kurang lebih 2 (dua) bulan sejak meninggalnya nenek saya, profesi itu tetap menjadi pengamatan saya, namun lebih dekat, dan ternyata ada profesi lain yang lepas dari pengamatan saya selama ini dan baru saya ketahui juga pada saat melayat makam nenek, yaitu tukang bersih/tukang sapu makam dan tukang sewa payung. Tukang sewa payung pada umumnya, dan sepertinya semuanya adalah anak-anak berumur sekitar 10-12 tahun, mereka menjajakan payungnya kepada para pelayat karena cuaca memang sangat terik. Saya tidak tahun berapa harga sewa payung itu, karena saya juga sudah bawa payung sendiri dari rumah, meskipun mereka sempat menawari dengan terus mengikuti kami dari belakang karena tidak melihat payung lipat yang saya pegang, begitu payung itu saya buka, mereka perlahan meninggalkan kami. Risih juga diikuti anak - anak itu, dan akhirnya lega juga karena mereka bubar setelah melihat kami memiliki payung sendiri. Namun kelegaan itu ternyata belum sepenuhnya berakhir karena kami masih diikuti oleh rombongan anak laki-laki berusia kira-kira 8 - 12 tahun sambil memegang sapu lidi. Saya sempat berpikir untuk apa anak-anak ini memegang sapu lidi, namun saya tidak mau merepotkan diri mencari jawabannya karena saya lebih baik saya fokus pada langkah kaki agar tidak menginjak makam yang letaknya sangat berdekatan. Setibanya di makam nenek, barulah saya tahu mengapa anak-anak itu membawa sapu lidi karena beberapa dari mereka langsung berseru "oh!! ini yang barusan saya bersihkan disuruh sama bapak-bapak!!".....ternyata sudah ada yang lebih dahulu menziarahi makam nenek sebelum kami, yaitu adik ayah saya. Saya perhatikan di atas makam nenek, ada bunga tabur dan bekas siraman air dan cukup bersih. Setelah bergantian membaca do'a buat nenek, kami pun beranjak meninggalkan makam nenek. Dan lagi-lagi anak-anak dengan sapu lidi itu tetap dan terus mengikuti kami sambil berkata kalau tadi mereka yang membersihkan makam nenek dan meminta tip dari kami karena "tadi" telah membersihkan makam. Dari kejauhan muncul seorang pria tengah baya bersarung, baju kaos dan membawa sapu lidi....ah!! ya...sepertinya dia panglima anak-anak pembersih makam ini. Mengetahui makam yang kami kunjungi, dia mendekati kami dan berkata bahwa dia yang diminta oleh kakak ayah saya untuk membersihkan makam orang tuanya dan lagi-lagi dari kalimatnya itu tersirat permintaan tip. Duh!! melayat ke tempat ini serasa ditodong dari segala penjuru. Untungnya orang tua saya bisa bersikap cukup galak, akhirnya si pria ini urung untuk terus menodong kami, jumlah anak-anak yang mengerubuti kami juga mulai berkurang dari 6 orang menjadi 2 orang. Orang tua saya tetap berkeras untuk tidak memberi tip kepada anak-anak pembersih makam itu, mereka beralih mengerubuti saya, dengan terus "memaksa" sambil berkata bahwa orang yang tadi menyuruh mereka membersihkan makam nenek hanya memberi seribu rupiah untuk dibagi beramai-ramai dan memang dari rumah saya sudah berniat untuk bersedekah meskipun sedikit dengan menyiapkan koin-koin lima ratusan, akhirnya saya memberikan anak-anak itu 2 koin setiap orang, melihat saya membagi-bagi kan koin, anak-anak pembersih makam lainnya langsung mendekat dan menengadahkan tangannya ke saya. Wah! ini bukan ditodong lagi, tapi dirampok. Setelah memberi koin kepada 4 orang anak pembersih makam, saya cepat-cepat melangkah dan mengacuhkan anak-anak lainnya, dan saya berhasil lolos dari mereka.legaaa......
Menuju jalan pulang, meninggalkan makam, saya sempat memperhatikan aktivitas-aktivitas pelayat seperti saya. Ada yang nasibnya seperti kami, dikerumuni anak-anak pembersih makam, penyewa payung dan bahkan pa'doja. Bagi pelayat yang menolak semua jasa-jasa itu ada yang berteriak mengusir mereka, dan disisi lain ada pemandangan yang cukup lucu bagi saya. Di sebuah makam dengan sekitar 4 atau 5 orang pelayat dengan sangat khusuk mendengarkan pa'doja membaca Surat Yasin, namun pa'doja-nya sendiri tidak menunjukkan ke-khusuk-an karena sambil mengumandangkan Surat Yasin, mata-nya juga beredar kemana-mana...entah apa yang dicarinya, mencari calon mangsa baru atau mungkin mencari anaknya yang juga nyambi sebagai tukang sewa payung atau mungkin pembersih makam untuk memastikan bahwa anaknya juga bekerja.
Ini adalah pengalaman pertama saya selepas pengamatan saya selama bertahun-tahun dan tetap menjadi pengamatan saya dengan segala kisahnya, terutama kisah "penodongan" itu hehehe....
Ternyata rezeki Allah itu ada dimana - mana sepanjang kita mau mencarinya, termasuk di pekuburan khususnya menjelang bulan Ramadhan dan tentunya setelah Hari Raya Idul Fitri. Pa'doja, penjual bunga tabur & air siram, anak-anak pembersih makam dan penyewa payung, baik yang memang menjadi profesi ataupun yang bersifat musiman, dan tentunya lebih banyak yang musiman untuk mengantisipasi lonjakan pengunjung hehehe....
Saya semakin bersyukur kepada Allah karena saya dan orang tua saya masih diberikan umur panjang untuk menyambut bulan Ramadhan, dan bersedih karena ini adalah tahun pertama kami menjalani Ramadhan dan insyaAllah merayakan Idul Fitri tanpa kehadiran nenek.
| Gedung Graha Pena Makassar (berjarak + 2 km dari Pekuburan Islam Panaikang) | - source : www.indoplaces.com |
Tahun - tahun yang lalu, terutama pada saat masih kuliah, pemandangan dan kemacetan akibat ritual tahunan ini merupakan suguhan yang punya cerita sendiri dalam pandangan saya, dan tentunya kisahnya dalam bayangan saja karena saya hanya melihatnya pada saat melintas menuju ataupun pulang dari tempat kuliah. Mulai dari kisah pa'doja atau tukang baca do'a yang biasanya disewa oleh para pelayat untuk memanjatkan do'a atau membcakan surat Yasin kepada almarhum/almarhumah. Para pa'doja mudah sekali dikenali hanya dari pakaian mereka bersarung, memakai baju koko, terkadang pula kemeja lengan panjang atau batik bahkan baju safari yang biasanya dipakai oleh guru atau anggota dewan, entah pa'doja itu mantan guru atau mantan anggota dewan atau mungkin baju itu adalah pemberian....hanya mereka yang tahu. Para pa'doja itu biasanya juga memegang al-qur'an kecil seukuran saku, kadang juga hanya memegang buku Surat Yasin yang juga seukuran saku, dan alat bantu profesi lainnya yaitu payung. Payung itu sepertinya digunakan pa'doja untuk berlindung dari terik matahari, bisa juga dipinjamkan kepada para pelayat yang menggunakan jasanya....dan untuk pembayarannya apakah payung itu ekstra layanan pa'doja atau dikenakan charge tambahan...entahlah. Tapi banyak hal yang tertinggal di kepalaku soal para pa'doja ini antara lain latar belakang orang-orang yang berprofesi sebagai pa'doja ini....apakah mereka memang dari awal memilih untuk menggeluti pekerjaan ini atau pekerjaan ini hanya sebagai sampingan. Tapi sepertinya pa'doja adalah profesi sampingan untuk menambah penghasilan di luar pekerjaan utama, karena cukup aneh menurut saya jikalau ada orang yang dari awal sudah bercita-cita untuk jadi pa'doja makam, kecuali kalau terpaksa karena tidak bisa mendapatkan pekerjaan lain akibat terbatasnya keterampilan. Pertanyaan lainnya yaitu latar belakang pendidikan para pa'doja ini....apakah mereka memiliki latar belakang pendidikan berbasis agama atau hanya pendidikan umum namun dengan bermodalkan melek baca al-qur'an akhirnya mereka menjadi pa'doja. Dan pertanyaan lain yang paling bikin sesak kepala, yaitu mengapa orang - orang yang berziarah ke makam itu lebih mempercayakan pa'doja untuk mendo'a-kan almarhum/almarhumah?? mengapa para pelayat tidak mendo'a-kan sendiri almarhum/almarhumah yang mungkin adalah orang tua mereka. Bukankah do'a dari keluarga, apalagi dari anak yang saleh lebih makbul??ataukah mungkin para pelayat ini merasa tidak cukup saleh untuk orang tua mereka?? tapi pa'doja juga belum tentu merupakan orang yang saleh bagi orang tua mereka?? atau mungkin para pelayat ini tidak tahu harus membaca apa pada saat menziarahi makam....tapi surat sejuta ummat yaitu Al-Fatihah merupakan surat yang paling universal yang diturunkan Allah bagi seluruh umat-nya.
Penjual bunga tabur dan air juga turut meramaikan ritual tahunan ini. Bunga tabur biasanya dikemas dengan menggunakan kantong plastik kecil berwarna putih, hitam atau merah, kadang juga kuning. Bunga tabur itu terdiri dari bermacam - macam jenis bunga dan yang menjadi ciri khas-nya yaitu daun pandan yang dicincang halus. Saya juga penasaran mengapa bunga tabur pasti harus selalu dilengkapi dengan daun pandan, mungkin karena daun pandan memiliki wangi yang khas sehingga juga berfungsi sebagai pewangi alami...mungkin...tapi menurut saya itu pasti hehehe.....Air yang merupakan pasangan setia bunga tabur biasanya disimpan dalam botol bekas air mineral 600 ml, ada juga yang menggunakan botol bekas minuman ringan berkabornasi, tapi yang dibeli sepertinya hanya air-nya saja, karena sang penjual akan menunggui pelayat yang membeli air-nya untuk kemudian mengambil kembali botol-nya. Hmm...jadi bagi pelayat, untuk lebih menghemat lebih baik membawa sendiri air dari rumah yang disimpan di botol bekas, karena pastinya gratis. Setelah selesai, botolnya bisa dibawa pulang kembali untuk digunakan lagi tahun depan atau disumbangkan kepada para penjual air itu...terserah... Sebelum menggunakan botol bekas untuk menampung air jualan kepada pelayat, dulu air itu biasanya menggunakan ceret besi berwarna kuning emas, biasanya disebut ceret tanah suci karena pada waktu itu ceret besi berwarna kuning emas hanya dijual di tanah suci dan dibawa oleh orang-orang yang beribadah di tanah suci. Entah mengapa sekarang kemasannya diganti dengan botol plastik bekas. Mungkin karena jumlah pelayat sudah semakin banyak dan tidak sebanding lagi dengan jumlah ceret kuning emas para penjual air dibadingkan jika dengan menggunakan botol plastik bekas yang jumlahnya sangat banyak dan tidak perlu dibeli karena cukup mudah didapatkan, seperti di tempat sampah atau sekedar pungut di jalan karena ada orang yang gemar membuang sampah sembarangan termasuk di jalan....tipikal sebagian orang Makassar....Penggunaan botol plastik bekas untuk kemasan air siraman di makam, entah secara sadar atau tidak oleh para penjual air siraman itu, mereka telah melakukan daur ulang dengan menggunakan ulang barang yang seharusnya sudah jadi sampah itu dan mereka juga telah membantu untuk mengurangi beban bumi ini atas sampah - sampah plastik yang tidak dan atau sulit teruraikan. Dan ngomong - ngomong soal air siraman dan bunga tabur ini....saya tidak tahu berapa harga per kantong bunga tabur dan per botol air siraman...karena mereka hanya ada dalam pengamatan saya, dan dalam tradisi keluarga saya, setiap berziarah ke makam, kami tidak pernah membawa atau membeli bunga tabur, kecuali air siram, tapi itu pun dibawa dari rumah. Karena menurut ibu saya, bunga tabur hanya mengotori makam dan dalam agama pun saya tidak pernah mendengar adanya kewajiban menabur makam dengan bunga. Tapi mungkin suatu saat saya akan menanyakan harganya, supaya lepas rasa ingin tahu saya itu.
Profesi lainnya yang juga meramaikan ritual tahunan ini yaitu tukang parkir. Sebagai kompleks pekuburan terluas, jumlah pelayat setiap tahunnya tentulah sangat banyak, dan diperlukanlah jasa tukang parkir untuk mengatur dan menertibkan kendaraan pelayat, baik kendaraan roda dua maupun roda empat, serta untuk membantu mengarahkan kendaraan - kendaraan pelayat yang akan masuk ataupun keluar dari tempat itu karena lokasi pekuburan Panaikan berada di salah satu jalur padat di Makassar.
Pa'doja, penjual air siram dan bunga tabur serta tukang parkir adalah profesi - profesi yang selama ini ada dalam pengamatan saya di tempat tersebut, karena selama ini saya hanya sekedar melintas di kompleks pekuburan itu. Namun tahun ini, kurang lebih 2 (dua) bulan sejak meninggalnya nenek saya, profesi itu tetap menjadi pengamatan saya, namun lebih dekat, dan ternyata ada profesi lain yang lepas dari pengamatan saya selama ini dan baru saya ketahui juga pada saat melayat makam nenek, yaitu tukang bersih/tukang sapu makam dan tukang sewa payung. Tukang sewa payung pada umumnya, dan sepertinya semuanya adalah anak-anak berumur sekitar 10-12 tahun, mereka menjajakan payungnya kepada para pelayat karena cuaca memang sangat terik. Saya tidak tahun berapa harga sewa payung itu, karena saya juga sudah bawa payung sendiri dari rumah, meskipun mereka sempat menawari dengan terus mengikuti kami dari belakang karena tidak melihat payung lipat yang saya pegang, begitu payung itu saya buka, mereka perlahan meninggalkan kami. Risih juga diikuti anak - anak itu, dan akhirnya lega juga karena mereka bubar setelah melihat kami memiliki payung sendiri. Namun kelegaan itu ternyata belum sepenuhnya berakhir karena kami masih diikuti oleh rombongan anak laki-laki berusia kira-kira 8 - 12 tahun sambil memegang sapu lidi. Saya sempat berpikir untuk apa anak-anak ini memegang sapu lidi, namun saya tidak mau merepotkan diri mencari jawabannya karena saya lebih baik saya fokus pada langkah kaki agar tidak menginjak makam yang letaknya sangat berdekatan. Setibanya di makam nenek, barulah saya tahu mengapa anak-anak itu membawa sapu lidi karena beberapa dari mereka langsung berseru "oh!! ini yang barusan saya bersihkan disuruh sama bapak-bapak!!".....ternyata sudah ada yang lebih dahulu menziarahi makam nenek sebelum kami, yaitu adik ayah saya. Saya perhatikan di atas makam nenek, ada bunga tabur dan bekas siraman air dan cukup bersih. Setelah bergantian membaca do'a buat nenek, kami pun beranjak meninggalkan makam nenek. Dan lagi-lagi anak-anak dengan sapu lidi itu tetap dan terus mengikuti kami sambil berkata kalau tadi mereka yang membersihkan makam nenek dan meminta tip dari kami karena "tadi" telah membersihkan makam. Dari kejauhan muncul seorang pria tengah baya bersarung, baju kaos dan membawa sapu lidi....ah!! ya...sepertinya dia panglima anak-anak pembersih makam ini. Mengetahui makam yang kami kunjungi, dia mendekati kami dan berkata bahwa dia yang diminta oleh kakak ayah saya untuk membersihkan makam orang tuanya dan lagi-lagi dari kalimatnya itu tersirat permintaan tip. Duh!! melayat ke tempat ini serasa ditodong dari segala penjuru. Untungnya orang tua saya bisa bersikap cukup galak, akhirnya si pria ini urung untuk terus menodong kami, jumlah anak-anak yang mengerubuti kami juga mulai berkurang dari 6 orang menjadi 2 orang. Orang tua saya tetap berkeras untuk tidak memberi tip kepada anak-anak pembersih makam itu, mereka beralih mengerubuti saya, dengan terus "memaksa" sambil berkata bahwa orang yang tadi menyuruh mereka membersihkan makam nenek hanya memberi seribu rupiah untuk dibagi beramai-ramai dan memang dari rumah saya sudah berniat untuk bersedekah meskipun sedikit dengan menyiapkan koin-koin lima ratusan, akhirnya saya memberikan anak-anak itu 2 koin setiap orang, melihat saya membagi-bagi kan koin, anak-anak pembersih makam lainnya langsung mendekat dan menengadahkan tangannya ke saya. Wah! ini bukan ditodong lagi, tapi dirampok. Setelah memberi koin kepada 4 orang anak pembersih makam, saya cepat-cepat melangkah dan mengacuhkan anak-anak lainnya, dan saya berhasil lolos dari mereka.legaaa......
Menuju jalan pulang, meninggalkan makam, saya sempat memperhatikan aktivitas-aktivitas pelayat seperti saya. Ada yang nasibnya seperti kami, dikerumuni anak-anak pembersih makam, penyewa payung dan bahkan pa'doja. Bagi pelayat yang menolak semua jasa-jasa itu ada yang berteriak mengusir mereka, dan disisi lain ada pemandangan yang cukup lucu bagi saya. Di sebuah makam dengan sekitar 4 atau 5 orang pelayat dengan sangat khusuk mendengarkan pa'doja membaca Surat Yasin, namun pa'doja-nya sendiri tidak menunjukkan ke-khusuk-an karena sambil mengumandangkan Surat Yasin, mata-nya juga beredar kemana-mana...entah apa yang dicarinya, mencari calon mangsa baru atau mungkin mencari anaknya yang juga nyambi sebagai tukang sewa payung atau mungkin pembersih makam untuk memastikan bahwa anaknya juga bekerja.
Ini adalah pengalaman pertama saya selepas pengamatan saya selama bertahun-tahun dan tetap menjadi pengamatan saya dengan segala kisahnya, terutama kisah "penodongan" itu hehehe....
Ternyata rezeki Allah itu ada dimana - mana sepanjang kita mau mencarinya, termasuk di pekuburan khususnya menjelang bulan Ramadhan dan tentunya setelah Hari Raya Idul Fitri. Pa'doja, penjual bunga tabur & air siram, anak-anak pembersih makam dan penyewa payung, baik yang memang menjadi profesi ataupun yang bersifat musiman, dan tentunya lebih banyak yang musiman untuk mengantisipasi lonjakan pengunjung hehehe....
Saya semakin bersyukur kepada Allah karena saya dan orang tua saya masih diberikan umur panjang untuk menyambut bulan Ramadhan, dan bersedih karena ini adalah tahun pertama kami menjalani Ramadhan dan insyaAllah merayakan Idul Fitri tanpa kehadiran nenek.
Selasa, 17 Mei 2011
Gunung Bambapuang
Gunung Bambapuang atau juga sering disebut sebagai "Gunung Nona" karena bentuknya yang maaf, menyerupai alat kelamin wanita, sudah sangat lama sering dikisahkan oleh teman saya yang berasal dari daerah dimana Gunung Bambapuang ini berada yaitu di Kab. Enrekang. Dan akhirnya saya bisa juga melihat langsung gunung yang membuat saya penasaran itu. Pertama kali saya melihat Gunung Bambapuang sekitar tahun 2006 pada saat saya mendapat tugas kantor untuk berkunjung di Kec. Alla Kab. Enrekang, yang jaraknya saya tidak ingat lagi karena saya memang tipikal orang yang kurang cerdas untuk selalu mengingat jarak dengan ukuran panjang, tapi lebih memilih menggunakan ukuran waktu, yaitu sekitar 2 jam dari pusat kota Enrekang. Untuk menuju Kec. Alla ternyata melintasi gugusan Gunung Bambapuang, secara spesifik bukan melintas di kaki gunung, melainkan jalan poros propinsi yang lagi-lagi berjarak cukup jauh dari kaki gunung. Dan itulah saat pertama kali saya melihat secara langsung Gunung Bambapuang, meskipun dari jauh, namun tetap membuat saya takjub. Rasa penasaran yang tersimpan bertahun-tahun pun terbayarkan untuk istilah "Gunung Nona" itu.
Cuaca pada saat itu memang sedang mendung, kabut tebal nyaris menutupi Gunung Bambapuang. Tapi keindahan gunung yang diselimuti oleh hamparan kehijauan yang sangat indah itu tetap dapat dinikmati.
Ada sebuah tempat, pemilik tempat itu menuliskannya "cafe" padahal sebenarnya lebih cocok disebut rumah makan, mungkin pemiliknya sengaja memberikan penamaan seperti itu supaya terkesan "keren". Rumah makan atau "cafe" itu letaknya sangat strategis untuk menikmati keindahan Gunung Bambapuang ataupun untuk berfoto dengan latar belakang gunung ini yaitu "Rumah Makan Bukit Indah". Dan pemiliknya memang tidak salah menamakannya seperti itu, karena posisinya yang tepat berseberangan dengan bagian gunung yang "menyerupai" itu, bahkan disediakan area khusus, tepat di belakang rumah makan, bagi pengunjung baik hanya untuk menikmati pemandangan gunung ataupun untuk berfoto. Tapi, kalau memang tidak berminat untuk menikmati hidangan di "cafe" itu, hanya numpang berfoto saja, diperbolehkan sih!! tapi pelayannya tak pernah lepas memandangi (lebih cocoknya mempelototi) kita, sebagaimana pengalaman saya. Jadi solusinya adalah beli cemilan keripik pisang 1 bungkus seharga Rp5.000,-, setelah itu bisa melanjutkan kegiatan photo session sepuasnya tanpa harus dipelototi lagi.
Gunung Bambapuang ini merupakan gunung batu yang ditumbuhi berbagai fauna, yang spesifiknya saya tak tahu juga, karena pelayan rumah makan yang saya tanyakan untuk informasi ini tidak bisa memberi jawaban yang memuaskan. Namun di kaki Gunung Bambapuang merupakan area sumber mata pencaharian penduduk yang berada disekitarnya, yaitu sawah dan ladang. Ladang yang berada di kaki gunung itu, sebagian besar ditanami oleh sayuran dan buah-buahan.
Oleh karena itu, Enrekang termasuk salah satu kabupaten atau daerah di Sulsel yang merupakan penghasil sayur-sayuran antara lain kentang (salah satu yang terkenal yaitu Kentang Kalosi), wortel, kol, tomat, cabai. Sedangkan untuk buah-buahan yang terkenal di daerah ini yaitu salak, yang biasanya dijual per tandan. Ada pula buah yang hanya dihasilkan di Enrekang dan tidak bisa ditemukan di tempat lain di Sulsel yaitu "Pisang Tanduk". Dikatakan demikian, karena ukurannya yang berbeda dengan ukuran pisang biasanya, yaitu lebih besar dan panjang serta menyerupai tanduk.
| Gunung Bambapuang diselimuti kabut |
Cuaca pada saat itu memang sedang mendung, kabut tebal nyaris menutupi Gunung Bambapuang. Tapi keindahan gunung yang diselimuti oleh hamparan kehijauan yang sangat indah itu tetap dapat dinikmati.
Ada sebuah tempat, pemilik tempat itu menuliskannya "cafe" padahal sebenarnya lebih cocok disebut rumah makan, mungkin pemiliknya sengaja memberikan penamaan seperti itu supaya terkesan "keren". Rumah makan atau "cafe" itu letaknya sangat strategis untuk menikmati keindahan Gunung Bambapuang ataupun untuk berfoto dengan latar belakang gunung ini yaitu "Rumah Makan Bukit Indah". Dan pemiliknya memang tidak salah menamakannya seperti itu, karena posisinya yang tepat berseberangan dengan bagian gunung yang "menyerupai" itu, bahkan disediakan area khusus, tepat di belakang rumah makan, bagi pengunjung baik hanya untuk menikmati pemandangan gunung ataupun untuk berfoto. Tapi, kalau memang tidak berminat untuk menikmati hidangan di "cafe" itu, hanya numpang berfoto saja, diperbolehkan sih!! tapi pelayannya tak pernah lepas memandangi (lebih cocoknya mempelototi) kita, sebagaimana pengalaman saya. Jadi solusinya adalah beli cemilan keripik pisang 1 bungkus seharga Rp5.000,-, setelah itu bisa melanjutkan kegiatan photo session sepuasnya tanpa harus dipelototi lagi.
Gunung Bambapuang ini merupakan gunung batu yang ditumbuhi berbagai fauna, yang spesifiknya saya tak tahu juga, karena pelayan rumah makan yang saya tanyakan untuk informasi ini tidak bisa memberi jawaban yang memuaskan. Namun di kaki Gunung Bambapuang merupakan area sumber mata pencaharian penduduk yang berada disekitarnya, yaitu sawah dan ladang. Ladang yang berada di kaki gunung itu, sebagian besar ditanami oleh sayuran dan buah-buahan.
Oleh karena itu, Enrekang termasuk salah satu kabupaten atau daerah di Sulsel yang merupakan penghasil sayur-sayuran antara lain kentang (salah satu yang terkenal yaitu Kentang Kalosi), wortel, kol, tomat, cabai. Sedangkan untuk buah-buahan yang terkenal di daerah ini yaitu salak, yang biasanya dijual per tandan. Ada pula buah yang hanya dihasilkan di Enrekang dan tidak bisa ditemukan di tempat lain di Sulsel yaitu "Pisang Tanduk". Dikatakan demikian, karena ukurannya yang berbeda dengan ukuran pisang biasanya, yaitu lebih besar dan panjang serta menyerupai tanduk.
| pisang tanduk |
Langganan:
Komentar (Atom)